Histats

Pengertian Cerai Atau Talak



Kasus posisi

Perceraian ialah suatu proses dimana sebelumnya pasangan tersebut sudah (pasti) berusaha untuk mempertahankannya namun mungkin jalan terbaiknya yaitu suatu "perceraian". Perlu diketahui bahwa proses perceraian di Indonesia spesialuntuk sanggup dilakukan di Pengadilan Agama (khusus untuk beragama Islam) atau di Pengadilan Negeri (khusus untuk yang non-Islam). Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri untuk yang beragama non-Muslim. Indonesia ialah negara yang masih menjunjung tinggi budbahasa ketimuran, dimana pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Namun demikian, angka perceraian kerap melonjaktinggi di beberapa Pengadilan Agama di Indonesia.
PEMBAHASAN

2.1.            Pengertian Cerai Atau Talak
Talak diambil dari kata itlak, artinya melepaskan, atau meninggalkan. Dalam istilah agama, talak yaitu melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan pernikahan.
Mengutip pendapat yang dikemukan Abdurrahman al-jaziri bahwa makna talak secara bahasa yaitu melepaskan ikatan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan memakai kata-kata tertentu. Sedangakan secara istilah al-jaziri menyampaikan :
ازالة النّكاح رفع العقد بحيث لا تحلّ له الزّوجة بعد ذلك.
Sedangakan Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri. Dari definisi diatas jelaslah bahwa telak ialah sebuah lembagai yang dipakai untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan. Disamping itu forum talak dalam Islam juga menandakan bahwa konsep perkawinan dalam Islam bukanlah sebuah sakramen menyerupai yang terdapat dalam agama Hindu dan Budha, yakni sebuah perkawinan tidak bisa diputuskan. Talak dalam Islam ialah alternatif terakhir sebagai upaya solutif terhadap persolan rumah tangga sehingga keberadaannya tidak lepas dari persoalan-persolan yang melatar belakanginya. Seperti percekcokan yang terjadi terus menerus, adanya nusyuz baiak yang dilakukan oleh isteri maupun suami Adapun beberapa unsur atau rukun yang harus dipenuhi dalam talak sebagaimana dikemukan Abdurrahman al Jaziri diantaranya, adanya suami dan isteri, adanya sighat talak, dan adanya niat atau maksud untuk menceraikannya.
2.2.            Hubungan perceraian dengan ekonomi
Begitu Anda resmi bercerai, hidup Anda akan dimulai lagi dari pertama. Apakah akan menjadi semakin baik atau semakin buruk, tiruana tergantung pada niat dan perjuangan Anda. Perceraian memang akan besar lengan berkuasa pada kondisi emosional dan keadaan ekonomi keluarga.
Kehidupan ekonomi setelah bercerai sanggup menjadi susah terutama bila ketika berkeluarga doloe, Anda spesialuntuk sebagai ibu rumah tangga. Ataupun bila Anda bekerja, tetap saja pendapatan keluarga menjadi berkurang karena kehilangan satu orang pencari nafkah. santunan keuangan atau tuntidakboleh dari mantan suami mungkin akan sedikit memmenolong namun seringkali tidak cukup untuk membiayai kebutuhan Anda dan anak terutama untuk jangka panjang. Oleh karena itu, Anda harus bisa melaksanakan sesuatu untuk menambah penghasilan keluarga. Anda harus bekerja entah bekerja sendiri sebagai wiraswasta, bekerja memmenolong saudara, ataupun bekerja kantoran. melaluiataubersamaini demikian, kehidupan ekonomi setelah bercerai sanggup semakin membaik dan Anda juga bisa semakin berdikari dan tidak tergantung pada menolongan mantan pasangan atau keluarga besar.
Perceraian akan mensugesti emosi pada pasangan yang bercerai. Kesedihan, kekecewaan, dan merasa gagal seringkali menjadi emosi mayoritas pada pasangan yang bercerai. Segeralah sadari bahwa keputusan bercerai ini yaitu keputusan terbaik yang sudah terjadi dalam hidup Anda. Jangan menganggap perceraian spesialuntuk kegagalan semata namun pertama untuk memulai hidup gres yang lebih baik. Bagaimanapun, Anda dan mantan niscaya sudah berpikir
masak-masak mempertimbangkan alasan untuk bercerai. Untuk mengatasi kegoyahan emosi pada pasangan yang bercerai, Anda sanggup sering menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan anak tercinta untuk mengusir rasa sepi, Anda juga bisa melaksanakan banyak aktifitas di luar yang bisa membangun sisi positif Anda.
Perceraian berdasarkan Undang - Undang Republik Indonesia No.1 tahun 1994 (pasal 16), terjadi apabila antara suami-istri yang bersangkutan mustahil lagi didamaikan untuk hidup rukun dalam suatu rumah tangga. Perceraian terjadi terhitung pada ketika perceraian itu ditetapkan didepan sidang pengadilan (pasal 18). Gugatan perceraian sanggup diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya pada pengadilan dengan alasan–alasan yang sanggup diterima oleh pengasilan yang bersangkutan.
Undang Undang Perkawinan, 1974 Bab VIII, pasal 39 ayat 2 berbunyi : “ untuk melaksanakan perceraian  harus ada cukup alasan antara suami istri untuk tidak akan hidup rukun sebagai suami istri”
Menurut Undang Undang Perkawinan no. 1/ 1974, perceraian yaitu keadaan terputusnya suatu ikatan perkawinan. Ada dua macam perceraian sesuai dengan Undang Undang Perkawinan no. 1/ 1974 pasal 39 – 41, yaitu :
-          Cerai gugat
Cerai gugat yaitu terputusnya ikatan suami istri dimana dalam hal ini sang istri yang melayangkan somasi cerai kepada sang suami.
-          Cerai talak
Cerai talak yaitu putusnya ikatan suami istri yang mana dalam hal  ini sang suami mempersembahkan talak kepada sang istri.
Inversion et. Al  mendefinisikan sebagai pemutusan dan pengingkaran ikrar pernikahan serta keseluruhan kewajiban moral, aturan dan jasmani yang tercakup didalamnya. Perceraian yaitu suatu proses yang menimbulkan pergolakan secara emosional bagi orang-orang sampaumur maupun belum dewasa (Tomlinson & Keasey, 1985).
Emery (1999) mendefinisikan perceraian sebagai kejadian berpisahnya pasgan suami istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan karena tercapainya kat sepakat terkena masalah hidup bersama. Emery (1999) mengemukakan bahwa perpisahan suami istri seringkali terjadi karena tidak bisa menuntaskan konflik intern yang fundamental. Kinflik yang timbul sejalan dengan umur kebersamaan suami istri, baik masalah yang hadir dari dalam atau masalah dari luar keluarga.
Dari pengertian diatas sanggup disimpulkan bahwa perceraian yaitu putusnya hubungan perkawinan karena kehendak kedua belah pihak, baik itu perceraian berdasarkan secara aturan maupun perceraian dengan diam-diam. Sehingga mengakibatkan status suami atau istri berakhir. Perceraian ini diakibatkan karena kegagalan dalam mencapai tujuan perkawinan yang bahagia, abadi, dan sejahtera.


Jenis – Jenis Perceraian
Perceraian berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi 2, yaitu :
-          Cerai hidup
Perceraian yaitu berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang diakui oleh aturan atau legal. Emery (1999) mendefinisikan perceraian hidup yaitu berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya perkawinan krena tidak tercapainya kata kesepakatan terkena masalah hidup. Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang ditempuh untuk menyelamatkan perkawinan mereka.
-          Cerai mati
Cerai mati ialah meninggalnya salah satu dari pasangan hidup dan sebagai pihak yang ditinggal harus sendiri dalam menjalani kehidupannya (Emery, 1999). Salah satu pengalaman hidup yang paling menyakitkan yang mungkin dihadapi oleh seseorang yaitu meninggalnya pasangan hidup yang dicintai.
Benaim (dalam Ulfasari, 2006) menyampaikan bahwa meninggalnya pasangan hidup bagi seorang perempuan akan terasa lebih menyakitkan dibanding laki-laki, karena itu seorang laki-laki yang ditinggal mati pasangan hidupnya cenderung lebih cepat sanggup melupakan atau menuntaskan masalah tersebut dan menentukan untuk berkeluarga kembali. Sebaliknya bagi para perempuan yang ditinggal mati suaminya biasanya akan mempunyai masalah yang lebih kompleks. Mereka harus memikirkan sumber masalah, sumber keuangan bagi kehidupan dan juga untuk anak-anaknya.

Menurut Newman & Newman (1984) ada empat faktor yang mempersembahkan bantuan terhadap perceraian, yaitu :
a.        Usia ketika berkeluarga
b.        Di Amerika Serikat, angka perceraian cukup tinggi diantara pasangan yang berkeluarga sebelum usia 20 tahun.
c.        Tingkat pendapatan
Angka perceraian di populasi yang mempunyai pendapatan dan tingkat pendidikan rendah cenderung labih tinggi dibandingkan mereka yang ada dikalangan menengah ke atas.
d.       Perbedaan perkembangan sosio emosional diantara pasangan
Wanita dilaporkan lebih banyak mengalami stress dan problem penyesuaian diri dalam perkawinan di bandingkan laki-laki. Kepuasan dalam perkawinan juga tergantung pada kualitas-kualitas suami; menyerupai : stabilitas identitas maskulin, kebahagiaan dari perkawinan orangtua, tingkat pendidikan, dan status sosialnya.
e.        Sejarah keluarga berkaitan dengan perceraian
Ada sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa belum dewasa dari keluarga yang bercerai cenderung mengalami perceraian dalam kehidupan rumah tangganya.
Alasan lain yang umumnya boleh diajukan oleh suami untuk menceraikan istrinya yaitu keadaan kesehatan istri, wataknya yang malas, dan keengganannya bekerja melayani keperluan suami. Sementara itu, alasan yang dipandang  sah untuk seorang istri biar sanggup melepaskan diri dari ikatan perkawinan dengan suaminya umumnya berupa penelantaran dirinya oleh suami, atau oleh perlakuan kejam suami terhadap dirinya.
Konflik, terhambatnya komunikasi, hilangnya kepercayaan dan kebencian ialah tahapan pertama yang sangat besar lengan berkuasa dimana struktur perkawinan menjadi runtuh dan motivasi bercerai mulai muncul (Turner & Helms, 1983).
Perkawinan menjadi gagal antara lain karena ketidakmampuan pasangan suami istri dalam memecahkan masalah yang dihadapi (kurang adanya komunikasi 2 arah), saling cemburu, ketidakpuasan pelayanan suami/istri, kurang adanya saling pengertian dan kepercayaan, kurang bisa menjalin hubungan baik dengan keluarga pasangan, merasa kurang dengan penghasilan yang diperoleh, saling menuntut dan ingin menang sendiri (Gunarsa, 1999).

Kehadiran pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga menunjukkan kegagalan dalam menyebarkan dan menyempurnakan cinta antara suami istri sehingga mengakibatkan putusnya  ikatan perkawinan (Hadiwardoyo, 1990).
Menurut Fauzi (2006)     alasan-alasan untuk bercerai adalah:
a.        Ketidakharmonisan dalam berumah tangga
b.        Ketidakharmonisan ialah alasan yang kerap dikemukakan bagi pasangan yang hendak bercerai. Ketidakhrmonisan disebabkan bisa disebabkan oleh banyak sekali hal antara lain, ketidakcocokan pandangan, krisis akhlak, perbedaan pendapat yang susah disatukan dan lain-lain.
c.        Krisis moral dan akhlak
d.       Perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan etika contohnya kelalaian tanggung jawaban baik suami maupun istri, poligami yang tidak sehat, pengaiayaan, pelecehan dan keburukan sikap lainnya contohnya mabuk-mabukkan, terlibat tindak kriminal,  bahkan utang piutang.
e.        Perzinahan
Terjadinya perzinahan yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik suami maupun istri ialah penyebab perceraian. Di dalam aturan perkawinan Indonesia, perzinahan dimasukkan kedalam salah satu pasalnya yang sanggup mengakibatkan berakhirnya percereaian.
f.         Pernikahan tanpa cinta
Alasan lain yang kerap dikemukakan baik oleh suami atau istri untuk mengakhiri sebuah perkawinan yaitu bahwa perkawinan mereka sudah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta.


Bentuk Dan Tahapan Perceraian
Perceraian menjadi salah satu duduk kasus yang paling menyakitkan dan menyulitkan dalam kehidupan seseorang. Hal ini dikarenakan perceraian menghadapkan seseorang dengan sejumlah proses dan pengambilan keputusan yang penting.
Bohannon (dalam Fitria, 2004) mencatat sejumlah bentuk  dan tahapan perceraian yang harus dilalui oleh seseorang, yaitu :
Perceraian Emosional ialah pertama duduk kasus dari perkawinan yang mulai memburuk. Bentuk perceraian ini yaitu tahapan pertama yang sangat besar lengan berkuasa dimana struktur perkawinan menjadi runtuh dan motivasi untuk bercerai mulai muncul. Perilaku-perilaku yang muncul diantanya yaitu konflik, terhambatnya komunikasi, hilangnya kepercayaan, dan kebencian.
Perceraian Legal memerlukan forum pengaduan untuk menetapkan ikatan perkawinan. Pasangan biasanya mengalami kelegaan, bila perceraiannya sudah diputuskan secara legal dimana banyak sekali ekspresi emosional akan muncul pada tahap ini.
Perceraian Ekonomi menunjukkan pada tahap dimana pasangan sudah menetapkan untuk membagi kekayaan dan harta mereka masing-masing. Pada tahap ini seringkali dibutuhkan seorang penengah karena biasanya Kedua pasangan menunjukkan reaksi kebencian, kemarahan, dan permusuhan berkaitan dengan santunan harta kekayaan.
Perceraian antar orang renta ialah tahapan keempat yang berkenan dengan duduk kasus pengasuhan anak. Kekhawatiran dan perhaatian terhadap dampak perceraian pada anak seringkali muncul dalam tahap ini. 
Perceraian  Komunitas menunjukkan bahwa status individu dalam hubungan sosial menjadi berubah. Banyak individu yang bercerai merasa bahwa mereka terisolasi dan kesepain.
Perceraian Psikis berkaitan dengan mendapatkan kembali otonomi individual. Perubahan dari situasi yang berpasangan menjadi individu yang sendirian, membutuhkan penyesuaian kembali peran-peran dan penyesuaian mental.
Reaksi pertama yang dimunculkan oleh individu ketika menghadapi perceraian umumnya yaitu reaksi – reaksi yang bersifat emosional. Rekasi tersebut tampak dengan wujud penyangkalan terhadap kenyataan perceraian dan kemarahan yang memuncak pada depresi. Individu pada jadinya sepakat untuk bercerai, spesialuntuk ketika melihat kenyataan bahwa perceraian ialah keputusan yang terbaik dari pada mempertahankan perkawinan yang sudah tidak harmonis.
Berdasarkan peraturan dan aturan yang diputuskan dan berlaku di Indonesia terkena perceraian, terdapat  beberapa tahap cerai (Rofiq, 2000):
1)      Tahap Permohonan
a.       Penggugat mendaftarkan dan mengajukan somasi perceraian ke Pengadilan Agama atau ke Mahakamah Syar’iyah.
b.      Penggugat dan tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
2)      Tahap Persidangan
a.       Pada investigasi sidang pertama hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus hadir secara pribadi (Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989).
b.      Apabila perjuangan perdamaian pertama belum berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak biar menempuh proses mediasi terlebih lampau (Pasal 3 Ayat (1) PERMA No.2 Tahun 2003).
c.       Apabila mediasi tidak berhasil, maka investigasi kasus dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawabanan, jawaban menjawaban, pembuktian dan kesimpulan. dalam tahap jawaban-menjawaban (sebelum pembuktian) tergugat sanggup mengajukan somasi rekonversi atau somasi balik (Pasal 132a HIR,158 R. Bg).

3)      Tahap Putusan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah
a.       Gugatan dikabulkan apabila tergugat tidak puas sanggup mengajukan banding melalui Penghadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah.
b.      Gugatan ditolak, dan penggugat sanggup mengajukan banding melalui Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah tersebut.
c.       Gugatan tidak diterima dan penggugat sanggup mengajukan seruan baru.
Dari uraian diatas sanggup diketahui bahwa perceraian gres sanggup dilaksanakan apabila sudah dilakukan banyak sekali cara untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga pasangan suami isteri tersebut dan ternyata tidak ada jalan lain kecuali spesialuntuk dengan jalan perceraian.

Akibat Perceraian bagi Suami Istri
·         Pasangan yang pernah hidup bersama kemudian kemudian berpisah, tentu akan menjadi canggung ketika bertemu kembali.
·         Kebanyakan pasangan yang bercerai umumnya dipertamai oleh perselisihan atau permusuhan. Bila hubungan rumah tangga terputus jawaban permusuhan, hal ini umumnya akan sangat merenggangkan silaturahmi di kemudian hari.
·         Tak spesialuntuk dipertamai oleh permusuhan, pasangan yang pertamanya ingin berpisah secara baik-baik pun bisa menjadi saling tidak suka jawaban perceraian. misalnya, masalah yang cukup susah untuk diselesaikan ketika bercerai yaitu urusan harta atau hak asuh anak. Dalam hal ini, tak jarang pasangan suami istri yang pertamanya berniat cerai baik-baik, kemudian menjadi saling bermusuhan.
·         Perceraian suami istri terkadang menimbulkan syok bagi pasangan itu sendiri. Kegagalan rumah tangga menjadi kenangan jelek dan kadang menghambat seseorang untuk kembali berkeluarga dengan orang lain.
·         Masalah perceraian yaitu masalah yang sangat rumit. Hal ini bisa membuat pasangan menjadi stres dan depresi. Perasaan yang negatif menyerupai ini tentu sangat tidak menguntungkan, khususnya dalam hal pergaulan maupun pekerjaan.
·         Kehidupan ekonomi setelah bercerai sanggup menjadi susah terutama bila ketika berkeluarga doloe, Anda spesialuntuk sebagai ibu rumah tangga. Ataupun bila Anda bekerja, tetap saja pendapatan keluarga menjadi berkurang karena kehilangan satu orang pencari nafkah

Dampak  Perceraian
1.        Traumatik
Setiap perubahan akan mengakibatkan stres pada orang yang mengalami perubahan tersebut. Sebuah keluarga melaksanakan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, menyerupai pindah rumah atau lahirnya seorang bayi dan kekacauan kecil lainnya, namun keretakan yang terjadi pada keluarga sanggup mengakibatkan luka-luka emosional yang mendalam dan butuh waktu bertahun-tahun untuk penyembuhan (Tomlinson & Keasey, 1985).
Hurlock (1996) dampak traumatik dari perceraian biasanya lebih besar dari pada dampak kematian, karena sebelum dan setelah perceraian sudah timbul rasa sakit dan tekanan emosional, serta mengakibatkan cela sosial.
Stres jawaban perpisahan dan perceraian yang terjadi menempatkan laki-laki maupun perempuan dalam risiko kesusahan fisik maupun psikis. (Coombs & Guttman, dalam Santrock. 2002). Laki-laki dan perempuan yang bercerai mempunyai tingkat kemungkinan yang lebih tinggi mengalami gangguan psikiatris, masuk rumah sakit jiwa, depresi klinis, alkoholisme, dan masalah psikosomatis, menyerupai gangguan pulas, dari pada orang sampaumur yang sudah berkeluarga.


Hurlock (1996) dampak perceraian sangat besar lengan berkuasa pada anak-anak. Pada umumnya anak yang orang tuanya bercerai merasa sangat luka karena loyalitas yang harus dibagi dan mereka sangat menderita kecemasan karena faktor ketidakpastian mengakibatkan terjadi perceraian dalam keluarganya. Ketidakpastian ini khususnya akan lebih fokus apabila masalah keselamatan dan pemeliharaan anak menjadi materi rebutan anatara ayah dan ibu, sehingga anak akan mondar mandir antara rumah ayah dan ibu.

2.        Perubahan Peran dan Status
Efek yang paling terang dari perceraian akan mengubah peranan dan status seseorang yaitu dari istri menjadi janda dan suami menjadi duda dan hidup sendiri, serta mengakibatkan pengujian ulang terhadap identitas mereka (Schell & Hall, 1994).  Baik laki-laki mupun perempuan yang bercerai merasa tidak menentu dan kabur setelah terjadi perceraian. terutama bagi pihak perempuan yang sebelum bercerai identitasnya sangat tergantung pada suami.
Hal ini karena orang-orang yang bercerai seringkali menilai kegagalan perkawinan mereka sebagai kebebalan personal. Mereka mencoba untuk mengintegrasikan kegagalan perkawinan dengan definisi personal mereka ihwal maskulinitas ataupun feminitas, kemampuan mereka dalam mengasihi seseorang, dan aspirasi mereka untuk menjalankan tugas sebagai suami, istri, bapak, ibu dari pada anak-anak.

Sesudah bercerai baik laki-laki maupun perempuan akan terhenti dalam melaksanakan hubungan seksual secara rutin. Bagi laki-laki biasanya sanggup menyelesaikn masalahnya dengan menjalin hubungan seksual dengan perempuan lain atau kumpul kebo. Sedangkan janda yang mempunyai anak sering kesusahan dalam menuntaskan masalah seksualnya.
Menurut Campbell (dalam Schell & Hall, 1994) orang-orang yang bercerai umumnya kurang merasa puas dengan kehidupan mereka dibandingkan dengan orang-orang yang berkeluarga, yang belum berkeluarga, atau bahkan janda / duda yang ditinggal mati. Perasaan tidak puas ini sanggup disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya, orang-orang yang bercerai seringkali menilai kegagalan perkawinan mereka sebagai kegagalan personal.

3.        Sulitnya Penyesuaian Diri
Kehilangan pasangan karena maut maupun perceraian menimbulkan masalah bagi pasangan itu sendiri. Hal ini lebih menyulitkan khususnya bagi wanita. Wanita yang diceraikan oleh suaminya akan mengalami kesepian yang mendalam. Bagi perempuan yang bercerai, masalah sosial lebih susah diatasi dibandingkan bagi laki-laki yang bercerai. Karena perempuan yang diceraikan cenderung dikucilkan dari aktivitas sosial, dan yang labih jelek lagi seringkali ditinggalkan oleh kawan-kawan lamanya.   Namun bila laki-laki yang diceraikan atau menduda akan mengalami kekacauan teladan hidup (Hurlock,1996)
Beberapa individu, tidak pernah sanggup menyesuaikan diri dengan perceraian. Individu itu bereaksi terhadap perceraiannya dengan mengalami depresi yang sangat dan kesedihan yang mendalam, bahkan dalam beberapa kasus, hingga pada taraf bunuh diri. Bagaimanapun, tidak tiruana pasangan yang bercerai mengakhirinya dengan permusuhan. Beberapa diantaranya masih tetap berkawan dan memelihara hubungan dengan lain pihak melalui minat yang sama terhadap anak-anaknya.

Hozman dan Froiland (dalam Hurlock, 1996) menerangkan ihwal kesusahan dan kerumitan penyesuaian diri setelah terjadi perceraian. Mereka membagi 5 tahap penyesuaian setelah terjadinya penyesuaian yaitu 
Menyangkal bahwa ada perceraian,
Timbul kemarahan dimana masing-masing individu tidak ingin saling terlibat, 
melaluiataubersamaini alasan pertimbangan anak mereka berusaha untuk tidak bercerai, 
Mereka mengalami depresi mental ketika mereka tahu jawaban menyeluruh dari perceraian terhadap kelurga, 
Dan jadinya mereka sepakat untuk bercerai. Dampak perceraian khususnya sangat besar lengan berkuasa pada anak-anak. Kenyataan ini yang sering kali terlupakan oleh pasangan yang hendak bercerai (Papalia & Digua, 2001). Perceraian mengakibatkan problem penyesuaian bagi anak-anak. Situasi  perceraian ini, khususnya bila belum dewasa memandang bahwa kehidupan keluarganya selama ini sangat bahagia, sanggup menjadi situasi yang mengacaukan kognitifnya.

Masa ketika perceraian terjadi ialah masa kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan  dengan orangtua yang tinggal bersama. Pada masa ini anak harus mulai mengikuti keadaan dengan perubahan hidupnya yang baru. Proses pembiasaan pada umumnya membutuhkan waktu. Pada pertamanya anak akan susah mendapatkan kenyataan bahwa orang tuanya tidak bersama lagi.
Namun banyak perempuan dan laki-laki yang merasa beruntung dengan adanya perceraian, dengan pengertian bahwa perceraian tersebut mempersembahkan peluang pada mereka untuk memulai hidup yang gres (Hurlock, 1996). Hetherington dan kawan-kawan (Hurlock, 1996), menerangkan bahwa pasangan yang bercerai pada umumnya berharap tekanan dan konflik batin berkurang sanggup menikmati kebebasan lebih besar dan akan menemukan kebahagiaan diri sendiri. Studi ihwal jawaban perceraian pada anggota keluarga membawa dampak yang sangat besar, terutama pada tahun pertama setelah perceraian kemudian sedikit demi sedikit akan terjadi penyesuaian terhadap banyak sekali masalah yang ada dalam keluarga.


2.3.            Faktor-faktor penyebab perceraian
Lalu apa saja faktor penyebab timbul nya perceraian? dibawah ini ada faktor yang sering kali terjadi:
1.      Kesetian dan Kepercayaan
Didalam hal ini yang sering kali menjadi pasangan rumah tangga bercerai, dalam hal ini baik laki-laki ataupun perempuan sering kali mengabaikan peranan kesetiaan dan kepercayaan yang didiberikan pada tiap pasangan, hingga timbul sebuah perselingkuhan.
2.      Seks
Didalam melaksanakan hubungan seks dengan pasangan kerap kali pasangan mengalami tidak puas dalam bersetubuh dengan pasangannya, sehingga menimbulkan kejenuhan tiap melaksanakan hal tersebut, dan tentunya anda harus mensiasati bagaimana pasangan anda mendapatkan kepuasan setiap melaksanakan hubungan seks.


3.      Ekonomi
Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman kini ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau penghasilan membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak mempunyai pekerjaan.

4.      Pernikahan Tidak Dilandasi rasa Cinta
Untuk masalah yang satu ini biasanya terjadi karna faktor tuntutan orang renta yang mengharuskan anaknya berkeluarga dengan pasangan yang sudah ditentukan, sehingga setelah menjalani perahu rumah tangga sering kali pasangan tersebut tidak mengalami kecocokan.
2.4.            Alasan-alasan Perceraian berdasarkan UU
Mengenai alasan perceraian, UU perkawinan spesialuntuk mengaturnya secara umum yaitu bahwa untuk melaksanakan perceraian harus cukup ada alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan sanggup hidup rukun sebagai suami istri (pasal 34 ayat 2 UU perkawinan). Di dalam PP No.9 tahun 1975 pasal 14 dinyataka hal-hal yang mengakibatkan terjadinya karena alasan-alasan sebagai diberikut :
a)         Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang susah disembuhkan.
b)         Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c)         Salah satu pihak mendapatkan eksekusi penjara 5 (lima) tahun atau eksekusi yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d)        Salah satu pihak melaksanakan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
e)         Salah satu pihak menerima cacat tubuh atau penyakit dengan jawaban tidak sanggup menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
f)          Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan  pertengkaran dan tidak ada impian akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Dilihat dari pasal 116, ada suplemen dua karena perceraian dibanding dengan pasal 14 PP 9 tahun 1975 yaitu suami melanggar taklik talak dan murtad. Tambahan ini relative penting karena sebelumnya tidak ada.
Alasan-alasan perceraian diatas secara limitatif ( terbatas pada apa yang disebutkan UU saja ) dan disamping itu harus ada alasan menyerupai yang disebutkan dalam pasal 39 ayat 2 UUP, maka terang kepada kita bahwa UU sangat mempersusah terjadinya perceraian. Apalagi mekanisme perceraian itu, haruslah melalui pengadilan yang berwenang dan sebelum hakim menetapkan kasus perceraian itu beliau terlebih lampau mengadakan perbagai perjuangan perdamaian diantara suami istri itu, baik dilakukan sendiri maupun menolongan pihak lain.
melaluiataubersamaini ketentuan tersebut diatas, maka perceraian tidak sanggup lagi dilakukan adikara oleh salah satu pihak suami-istri dan apabila mereka akan bercerai terlebih lampau harus diuji dan diperiksa, apakah perceraian tersebut sanggup dibenarkan oleh UU atau tidak.
Ketentuan ini ialah sebagian dari tuntutan kaum perempuan Indonesia, yang melihat praktek-praktek perceraian sebelum adanya UU perkawinan. Sedangkan dalam penentuan dalam proses perceraian ini yaitu wewenang dari instansi peradilan. Oleh karena itu, dibutuhkan biar hakim sanggup memikul tanggung jawaban yang besar dengan kesadaran tinggi akan jiwa dan tujuan yang diatur dalam UU perkawinan serta impian masyarakat pada umumnya.
2.5.            Tata cara untuk mengajukan gugat cerai
Pasal 40 Undang-Undang Perkawinan ( UU No. 1/1974),yaitu dalam ayat-ayatnya sebagai diberikut.
1.         Gugatanperceraian diajukan kepada pengadilan
2.         Tata cara mengajukan somasi tersebut pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan tersendiri.
Pengaturan ihwal Tata cara Perceraian selanjutnya terdapat dalam
1.      Bab V dimulai dari Pasal 14 hingga Pasal 36 PP No. 9 tahun 1975 ihwal Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 ihwal Perkawinan.
2.      Menurut Pasal 14 PP No. 9 tahun 1975 tersebut, seorang suami yang sudah melangsungkan perkawinan berdasarkan agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di daerah tinggalnya, yang meliputi pemdiberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai alasanalasannya, serta meminta kepada Pengadilan biar diadakan sidang untuk keperluan itu. Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat tersebut dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta klarifikasi ihwal segala sesuatu yang berafiliasi dengan maksud perceraian tersebut
3.      Pasal 16 PP tersebut mengatur bahwa pengadilan spesialuntuk menetapkan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan yang sempurna dan Pengadilan beropini bahwa antara suami isteri yang bersangkutan mustahil lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga (Pasal 16). Sesaat setelah dilakukan sidang untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud maka Ketua Pengadilan membuat surat keterangan ihwal terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada pegawai Pencatat di daerah perceraian itu terjadi utuk diadakan pencatatan perceraian (Pasal 17).

2.6.               Dampak Perceraian pada Anak
Perceraian tak spesialuntuk berdampak pada pasangan suami istri (pasutri), perceraian juga berdampak jelek pada si buah hati. Bukan spesialuntuk hak asuh yang menjadi permasalahan, faktor psikologis anak juga harus dipertimbangkan. Banyak masalah yang akan dihadapi anak pascaperceraian.
Perceraian sanggup menimbulkan dampak fokus karena adanya perubahan kondisi finansial, daerah tinggal, dan hilangnya kontak dengan orang renta kandung akan besar lengan berkuasa pada sumber daya ekonomi dan sosial.
Menurut beberapa mahir bahwa permasalahan yang paling penting yaitu bahwa anak tidak lagi tinggal dengan kedua orang renta kandungnya. Hal ini akan berpotensi menimbulkan banyak masalah gres dalam kelanjutannya.
Biasanya anak paling tidak siap dengan perpisahan orang tua. Malah banyak anak yang depresi gara-gara perceraian. Ujungnya, anak menjadi terlalu emosional dan akan melaksanakan hal-hal untuk menarikdanunik perhatian. Biasanya mereka mulai melaksanakan hal-hal jelek menyerupai merokok, salah gaul, hingga kecanduan narkoba. Itu yaitu beberapa bentuk pelarian yang negatif. Dalam masalah perceraian, anak juga akan mengalami dilema antara menentukan ibu atau ayahnya. Bisa saja ketika mereka bersama ayah, yang terpikir justru kebersamaan tersebut akan menyakiti perasaan ibunya. Atau mungkin timbul pertanyaan bagaimana bila mereka spesialuntuk menyayangi salah satu orang tuanya. Selain itu ada beberapa hal yang ialah dampak perceraian pada anak, yakni:
1.      Tingkat kepercayaan seorang anak kepada orang tuanya akan  bergeser dan berubah. Ibarat piring yang sudah pecah, maka jiwa seorang anak tak akan utuh menyerupai tiruanla.
2.      Paradigma si anak terhadap esensi sebuah kebenaran yang hakiki akan berubah. Dia akan apatis dan apriori terhadap khotbah dan wetidakboleh, dan menganggapnya sebagai kemunafikan orang dewasa.
3.      Tingkat serius seorang anak dalam segala hal termasuk dalam hal belajar, akan kabur dan ngambang.
4.      Rasa hormat seorang anak kepada orang tuanya yang sudah dianggap panutan baginya akan luntur secara perlahan.
5.      Rasa percaya diri si anak akan hilang, sedangkan sikap skeptis dan ragu semakin besar.
Sebenarnya masih banyak imbas perceraian pada anak menyerupai jiwanya kehilangan kendali, sehingga simpel terpengaruh oleh arus zaman yang negatif menyerupai pergaulan bebas, budak narkoba, menjadi pengikut ajaran sesat, dsb. Semua pihak berkewajiban mengantisipasi dampak perceraian pada anak dengan cara merangkul mereka dengan siraman rohani yang menyejukkan.

Talaq dalam Perspektif UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI
Lahirnya regulasi perkawinan dalam bentuk undang-undang dan KHI (Kompilasi Hukum Islam) tidak lain yaitu untuk mengatur ketertiban, manjamin dan menjaga hak-hak kedua belah pihak biar tidak dirampas. Oleh karena itu perceraian bukanlah persolan Indvidual Affair semata akan tetapi sudah pula masuk dalam wilayah kewenangan Negara sebagai pengaturnya. Dalam perspektif undang-undang sebagaimana dijelaskan dalam UU No. Tahun 1974 pasal 38 ditetapkan :
Perkawinan sanggup putus karena 3 sebab, yaitu:
a.       kematian
b.      perceraian
c.       atas keputusan Pengadilan.
Redaksi pasal tersebut sama dengan redaksi pasal yang ada di Kompilasi Hukum Islam pasal 113. Apabila merujuk pada UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI, maka perceraian spesialuntuk bisa dilakukan di muka pengadilan. sepertiyang suara pasal UU No. 1 Tahun 1974 ihwal Perkawianan pasal 39 ditetapkan :
1.      Perceraian spesialuntuk sanggup dilakukan di depan siding pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.      Untuk melaksanakan perceraian harus ada cukup ganjal an bahwa suami isteri itu tidak akan sanggup hidup rukun sebagai suami isteri.
3.      Tata cara perceraian di depan pengadilam diatur dalam peraturan perundangan sendiri.
Kemudian pada pasal 115 KHI ditetapkan :
Perceraian spesialuntuk sanggup dilakukan didepan siding Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Dari dua redaksi pasal tersebut diatas sanggup diketahui adanya perbedaan antara UU No.1 Tahun 1974 dengan KHI. Dalam KHI ditetapkan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian sanggup terjadi karena talak atau berdasarkan somasi perceraian. Kedua istilah tersebut tidak terdapat dalam UU Perkawinan. Dalam UU No. 3 tahun 2006 ihwal Peradilan Agama, ketentuan terkena perceraian juga diatur dalam pasal 66 ayat (1) :
Seseorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan seruan kepada Pengadilan untuk mengadakan siding guna penyaksian ikrar talak.
Selanjutnya menyangkut ketika mulai terjadinya perceraian karena talak dijelaskan didalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 17 sebagai diberikut :
Sesaat setelah dilakukan siding pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 16. Ketua pengadilan membuat surat keterangan ihwal terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di daerah perceraian terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Pada pasal 18 ditetapkan :
Perceraian itu dihitung pada ketika perceraian itu ditetapkan di depan siding Pengadilan. Dalam hal ini KHI nampaknya sama dalam memandang ketika pertama perhitungan terjadinya talak menyerupai terdapat pada pasal 123 :
Perceraian itu terjadi terhitung pada ketika perceraian itu ditetapkan di depan sidang Pengadilan.
Macam-Macam Talak
Ditinjau dari segi wakttu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi menjadi tigamacam sebagai diberikut:
a.       Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah.Perceraian dikatakan talak sunni bila memenuhi empat syarat:
1.      Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli.
2.      Istri sanggup segera melaksanakan iddah suci setelah ditalak.
3.      Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci.
4.      Suami tidak pernah dikumpuli istri selama dalam masa suci dalam manatalak itu dijatuhkan.
b.      Talak Bid’I, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau berperihalan dengantuntunan sunnah. Yang termasuk talak Bid’I:
1.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haidh.
2.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah dikumpuli oleh suami.
c.       Talak Sunni Wal Bid’I, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak Sunni maupun talak Bid’I.
1.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah dikumpuli.
2.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haidh/sudah lepashaidh.
3.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.       Talak Sahih, yaitu talak yang diucapkan dengan terang sehingga ucapantersebut tidak sanggup diartikan lain. misal: “aku talak engkau” atau “akuceraikan engkau”.
b.      Talak Inayah, yaitu ucapan talak yang tidak terang atau melalui sindiran.misal: “pulanglah engkau”.Ditinjau dari segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a)      Talak Raj’I, yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang pernahdikumpuli bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertamakali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.
Firman Allah dalam surat Al-Thalak ayat 1:
Hai Nabi, apabila engkau menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah engkau ceraikan mereka pada waktu mereka sanggup (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. tidakbolehlah engkau keluarkan mereka dari rumah mereka dan tidakbolehlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia sudah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. engkau tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan setelah itu sesuatu hal yang baru.

b)      Talak Ba’in, yaitu talak yang tidak memdiberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya, unttuk mengembalikan bekas istri kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui pernikahan gres lengkap dengan rukun dan syaratnya. Talak ba’in ada dua macam:
1.      Talak Ba’in Sughra, yaitu talak yang dilarang dirujuk tapi boleh akadnikah gres dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah.
2.      Talak Ba’in Qubra, yaitu talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak initidak sanggup dirujuk dan tidak sanggup dinikahi kembali kecuali bekas istrinyasudah berkeluarga dengan orang lain.Ditinjau dari cara suami memberikan talak terhadap istrinnya, talak ada beberapa macam:
a.       Talak dengan ucapan.
b.      Talak dengan tulisan.
c.       Talak dengan isyarat.
d.      Talak dengan putusan.
Ditinjau dari masa berlakunya talak sanggup berlaku seketika, artinya tidak bergantung pada waktu atau keadaan tertentu.Hukum Talak Berdasarkan bentuk-bentuk kejadian talak yang tersebut diatas, maka talak sanggup dibedakan ketetapan hukumnya yang dinamakan aturan talak:
a.       Talak wajib, yaitu wajib hukumnya melaksanakan talak kalau konflik antara suami istri terus menerus terjadi dan tidak sanggup dipertemukan lagi baik oleh keluarga maupun oleh Pengadilan Agama.
b.      Talak haram, yaitu haram hukumnya bagi seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istri tanpa karena yang sah.
c.       Talak mubah, yaitu menceraikan istri tidak dianjurkan, tidak diwajibkan, atau tidak diharamkan asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan jawaban jelek bagi para pihak setelah terjadi perceraian itu.
d.      Talak sunnah, yaitu sunnah hukumya menceraikan istri kalau ia tidak mau merubah kebiasaan buruknya semasa belum kawin atau tidak mau menjaga harga diri sebagai seorang istri.
e.       Talak haram enteng, yaitu seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istri dalam keadaan menstruasi yang sebelumnya tidak pernah digauli.
Kewajiban Sesudah Perceraian
Sesudah proses perceeraian selesai, tidak otomatis maka hak dan kewajibanantara masing-massing mantan suami istri tersebut menjadi hilang. Ada beberapa hak dan kewajiban yang masih harus dilakukan oleh keduanya walaupun sudah bercerai.Hal ini berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam Al-quran dan sunnah yang mana Al-Quran dan sunnah lebih banyak menyebut keadaan istri (bagaimana para aktifis gender?).Diantara hak dan kewajiban bagi mantan suami setelah bercerai yaitu mempersembahkan nafkah sandang dan pangan bagi mantan istrinya selama dalam iddah. Kaprikornus bagi istri yang belum dicampuri tidak punya hak untuk memperoleh nafkah tersebut karena ia juga tidak punya masa iddah. Hal ini spesialuntuk berlaku bagi istri yang sudah dicampuridan spesialuntuk menyesuaikan dengan keadaan istri tersebut. Bila istri sedang hamil maka memdiberi nafkah hingga ia melahirkan (sesuai dengan masa iddahnya), bila istri tersebut sedang suci maka selama tiga kali suci –tiga kali masa menstruasi- (sesuai dengan masa iddahnya).
Implikasi dan Dampak Bagi Individu Dan Sosial Positif Dan Negatif
Perkawinan yaitu keadaan yang sangat senang dimana dua insanmembangun mahligai rumah tangga demi melanjutkan keturunannya. Kehidupanyang gres bagi orang yang gres melaksanakan perkawinan tentunya akan menemui banyak sekali masalah yang harus dihadapi dan diatasi bersama. Sifat atau aksara masing-masing (suami atau istri) harus sanggup diadaptasi demi kelancaran perjalanan rumah tangga. Benturan dari banyak sekali masalah yang tak kunjung habis tentunya tidak tiruana sanggup diatasi bersama, bahkan tak jarang suami ataupun istri memaksakan kehendaknya (egois) sehingga timbullah masalah-masalah gres yang berujung pada penyelesaian tamat yaitu cerai.Islam intinya membenci adanya "cerai" karena itu berarti insan tidak sanggup berdamai dan hidup rukun. Akan tetapi dalam kehidupan insan selalusaja menemukan masalah-masalah yang terkadang manusianya tidak sanggup atau tidak bisa memyelesaikan masalah tersebut. Islam memaknai cerai sebagai jalan terbaik bagi kedua pasangan suami istri ketika memang tidak ada jalan lain, bila terdapat jalan yang lebih atau dipandang lebih layak dari cerai maka hendaklah cerai itudicegah. Hal ini dikemukakan karena mengingat banyaknya kekhawatiran yangdirasakan oleh si pelaku cerai dan keadan masyarakat disekitarnya.Kasus perceraian yang sering kita dengar dari TV (dalam hal ini artis-artis), mendengar diberita itu saja kita sudah beranggapan "yang tidak-tidak", mengingat status janda atau pun duda sangatlah rawan akan pembicaraan orang-orang. Beban psikologis juga dirasakan pada belum dewasa mereka (apabila si pelaku cerai mempunyai anak) karena tidak menutup kemungkinan ia akan kehilangan kasih akung, diejek kawan-kawannya dan itu akan lebih mungkin akan menjerumuskan diri si anak pada hal-hal yang menyesatkan.












PENUTUP

3.1.            Kesimpulan
Perceraian hukumnya halal, tapi sangat dibenci oleh Allah. Oleh karena itu tidakboleh menjadikan perceraian sebuah jalan keluar untuk sebuah masalah dalam keluarga. Karena bukan spesialuntuk suami dan istri yangmenderita kerugian. Tetapi juga anak hasil pernikahan tersebut.



Tag : lainnya
0 Komentar untuk "Pengertian Cerai Atau Talak"

Back To Top