BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah
Dalam sebuah organisasi maka sangat dibutuhkan adanya sebuah manajemen yang sempurna dan bisa mempersembahkan sebuah perbaikan-perbaikan begitu juga dalam sebuah organisasi pendidikan yaitu sekolah maka harus ada sebuah menejemen yang bisa mengarahkan kepada arah pendidikan yang lebih baik lagi.lembaga-lembaga pendidikan dituntut untuk sanggup meningkatkan kualitas pendidikan di lembaganya masing-masing. Penerapan manajemen dalam pendidikan sangat penting alasannya ialah pendidikan itu ialah salah satu dinamisator pembangunan itu sendiri.
Disini kita akan mengulas ihwal menejemen yang ada disekolah yang sudah kita kenal dengan sebutan MBS(menejemen berbasis sekolah)
B. Rumusan masalah
1. apa yang dimaksud dengan MBS (menejemen berbasis sekolah)?
2. apa tujuan daripada MBS?
3. Apa saja prinsip dan komponen dalam MBS?
4. Bagaimana konsep daripada MBS itu sendiri?
5. Bagaimana karakteristik dari mbs itu sendiri?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen ialah proses memakai sumber daya secara efektif untuk mencapai samasukan. Berbasis mempunyai kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah ialah forum untuk berguru dan mengajar, serta daerah mendapatkan dan mempersembahkan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS sanggup diartikan sebagai penerapan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.[1]
Condoli memandang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai alat untuk “menekan” sekolah mengambil tanggung tanggapan apa yang terjadi terhadap anak didiknya. melaluiataubersamaini kata lain, sekolah mempunyai kewenangan untuk menyebarkan jadwal pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik di sekolah tersebut.[2]
Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berdasarkan E. Mulyasa ialah pemdiberian otonomi luas pada tingkat sekolah biar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat.[3]
Dalam konteks manajemen berdasarkan MBS, tidak sama dari manajemen pendidikan sebelumnya yang tiruana serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. melaluiataubersamaini demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang tiruanla diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) mempersembahkan kekuasaan yang luas sampai tingkat sekolah secara langsung. melaluiataubersamaini adanya kekuasaan pada tingkat lokal sekolah maka keputusan manajemen terletak pada stakeholder lokal, dengan demikian mereka diberdayakan untuk melaksanakan segala sesuatu yang berafiliasi dengan kinerja sekolah. melaluiataubersamaini Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terjadi proses pengambilan keputusan kolektif ini sanggup meningkatkan efektifitas pengejaran dan meningkatkan kepuasan guru.[4]
Walaupun Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) mempersembahkan kekuasaan penuh kepada sekolah secara individual, dalam proses pengambilan keputusan sekolah dihentikan berada di satu tangan saja. Ketika Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) belum diputuskan, proses pengambilan keputusan sekolah seringkali dilakukan sendiri oleh pihak sekolah secara internal yang dipimpin eksklusif oleh kepala sekolah. Namun, dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) proses pengambilan keputusan mengikutkan partisipasi dari banyak sekali pihak baik internal, eksternal, maupun jajaran birokrasi sebagai pendukung. Dalam pengambilan keputusan harus dilakukan secara kolektif diantara stakeholder sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ialah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan otonomi sekolah, memilih sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya yang ada untuk diberinovasi. MBS juga mempunyai potensi yang besar untuk membuat kepala sekolah, guru, eksekutif yang professional. melaluiataubersamaini demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi berguru siswa sanggup dioptimalkan melalui partisipasi eksklusif orang bau tanah dan masyarakat.
2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan MBS dengan model MPMBS ialah pertama meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian masyarakat sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung tanggapan kepala sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah ihwal mutu pendidikan yang akan dicapai. Selain itu, MBS mempunyai potensi untuk meningkatkan prestasi siswa dikarenakan adanya peningkatan efisiensi penerapan sumber daya dan personel, peningkatan profesionalisme guru, penerapan reformasi kurikulum serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.[5]
Sedangkan E. Mulyasa sebut tujuan utama MBS ialah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan eksekusi sebagai kontrol, serta hal lain yang sanggup menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan nampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang bisa dan peduli, sementara yang kurang bisa akan menjadi tanggung tanggapan pemerintah.[6]
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk membuat sekolah sanggup lebih sanggup berdiri diatas kaki sendiri dalam memberdayakan sekolah melalui pemdiberian kewenangan (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar terhadap sekolah dalam mengelola sumber daya dan mendorong partisipasi masyarakat sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
3. Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Teori yang dipakai MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip yaitu:
a. Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang tidak sama-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh masyarakat sekolah berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan sekolah ketika ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, contohnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak sanggup dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi negara. Sekolah harus bisa memecahkan banyak sekali permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling sempurna dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang tidak sama mempunyai dilema yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.
b. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi ialah tanda-tanda yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tak sanggup dielakkan dari kesusahan dan permasalahan. Pendidikan ialah dilema yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Oleh alasannya ialah itu, sekolah harus didiberi kekuasaan dan tanggung tanggapan untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika dilema itu muncul. melaluiataubersamaini kata lain, tujuan prinsip desentralisasi ialah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh alasannya ialah itu MBS harus bisa menemukan masalah, memecahkannya sempurna waktu dan memdiberi proteksi yang lebih besar terhadap efektivitas acara pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak sanggup memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi.
c. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah sanggup menuntaskan masalahnya jika sudah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat sekolah. melaluiataubersamaini adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah sanggup melaksanakan sistem pengelolaan mandiri.
d. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa insan bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh alasannya ialah itu, potensi sumber daya insan harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan forum pendidikan yang lebih luas tidak sanggup lagi memakai istilah staffing yang konotasinya spesialuntuk mengelola insan sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus memakai pendekatan human recources development yang mempunyai konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan insan di sekolah sebagai aset yang amat penting dan mempunyai potensi untuk terus dikembangkan.[7]
4. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga ialah ruang linkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. melaluiataubersamaini perkataan lain, manajemen sekolah ialah bab dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada salah satu sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan mencakup seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional.
Hal yang paling penting dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ialah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu:
- Manajemen kurikulum dan jadwal pengajaran
- Manajemen tenaga kependidikan
- Manajemen kesiswaan
- Manajemen keuangan dan pembiayaan
- Manajemen masukana dan pramasukana pendidikan
- Manajemen relasi sekolah dengan masyarakat
- Manajemen layanan khusus.[8]
5. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
melaluiataubersamaini mengadopsi inspirasi dasar Edward B. Fiska (1996) Nanang Fatah menggambarkan konsep manajemen berbasis sekolah sebagai diberikut:
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara konsepsional akan membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan lewat perubahan kebijakan desentralisasi di banyak sekali aspek ibarat politik, edukatif, administratif dan anggaran pendidikan. MBS selain akan meningkatkan kualitas berguru mengajar dan efisiensi operasional pendidikan, juga tujuan politik terutama iklim demokratisasi di sekolah. Nanang Fattah mengungkapkan keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Spanyol yaitu membuat kualitas manajemen dan pendidikan, sebagai seni manajemen untuk memperbaiki kinerja sekolah yang bisa meningkatkan kemauan dan kemampuan kepala sekolah untuk memperbaiki proses berguru mengajar. Hal ini dipandang sebagai demokrasi di tingkat lokal sekolah.[9]
6. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan mempersembahkan wawasan gres terhadap system yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapakan sanggup membawa dampak tehadap peningkatan efisiensi dan efektifitas kinerja sekolah, dengan menyedikan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah sestempat.
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah sanggup mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses berguru mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Sejalan dengan itu, Saud (2002) berdasrakan pelaksanaan di Negara maju mengemukakan bahwa karakteristik dasar MBS ialah pemdiberian otonomi ynag luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang bau tanah penerima didik yang tinggi. Kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis dan professional, serta adanya team work yang tinggi dan professional.
1. Pemdiberian otonomi luas kepada sekolah
MBS mempersembahkan otonomi luas kepada sekolah, diserati sepewrangkat tanggung jawaban. melaluiataubersamaini adanya otonomi yang mempersembahkan tanggung tanggapan pengelolaan sumber daya dan pengembangan seni manajemen sesuia dengan kondisi setempat, sekolah sanggup lebih memberdayakan tenaga kependidikan guru biar lebih berserius pada kiprah utamanya mengajar. Dealam apada itu, sekolah sebagai forum pendidikan didiberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk menyebarkan program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penerima didik serta runtutan masyarakat. Untuk mendukung keberhasilan jadwal tersebut, sekolah mempunyai kekuasaan dan kewenangan mengelola dan memanfaatkan banyak sekali sumber daya yang tersedia di masyarakat dan lingkungan sekitar. Selain itu, sekolah juga didiberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi ynag luas, sekolah sanggup meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan memperlihatkan pertisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung tanggapan bersama dalam pelaksanaan keputusan ynag diambil secara proporsional dan professional.
2. Partisipasi masyarakat dan orang bau tanah
Dalam MBS pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang bau tanah penerima didik yang tinggi. Orang bau tanah penerima didik dan masyarakat tidak spesialuntuk mendukung sekolah melalui menolongan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta menyebarkan program-program ynag sanggup meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orang bau tanah menjalin klerja asama untuk memmenolong sekolah sebagai nara sumber banyak sekali kegiatan sekolah untuk meningkatkan kulaitas pembelajaran.
3. Kepemimpinan yang demokratis dan professional
Dalam MBS, pelaksanaan program-progaram sekolah didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan professional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana inti prpgram sekolah ialah orang-orang yang mempunyai kemampuan dan integritas professional. Kepala sekolah ialah manajer pendidikan professional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasrakan kebijakan yang diputuskan. Guru-guru ynag direkrut oleh sekolah ialah pendidik yang profesionala dalam bidangnya masing-masing, sehingga mereka bekerja berdasarkan teladan kinerja professional yang disahkan bersama untuk memdiberi kegampangan dan mendukung keberhasilan pembelajaran penerima didik. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mnegimplementasikan proses Bottom up secara demokratis, sehingga tiruana pihak mempunyai tanggung tanggapan terhadap keputusan ynag diambil beserta pelaksanaannya.
4. Team work yang kompak dan transparan
Dalam MBS, keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team work yang kompak dan transparan dari banyak sekali pihak ynag terlibat dalam pendidikan di sekolah. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihka yang terlibat bekerja sama secara serasi sesuia dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu “sekolah sekolah yang sanggup dibanggakan” oleh tiruana pihak. Mereka tidak saling memperlihatkan kuasa atau paling bnerjasa, tetapi masing-masing mmediberi bantuan terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara kaffah. Dalam pelaksanann jadwal misalnya, pihak-pihak terkait bekerja sama secara professional untuk mencapai tujuan-tujuan atau sasaran yang disahkan bersama. melaluiataubersamaini demikian, keberhasilan MBS ialah hasil sinergi (synergistic effect) dari kerja sama team yang kompak dan transparan.
Dalam konsep MBS kekuasaan yang dimiliki sekolah mencakup beberapa aspek pengambilan keputusan ihwal manajmen kurikulum dan pembelajaran; rektutmen dan manajamen tenaga kependidikan serta manajemen keungan sekolah. (Mulyasa, 2004: 38)
BAB III
PENUTUP
A.K esimpulan
1.Pengertian
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen ialah proses memakai sumber daya secara efektif untuk mencapai samasukan. Berbasis mempunyai kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah ialah forum untuk berguru dan mengajar, serta daerah mendapatkan dan mempersembahkan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS sanggup diartikan sebagai penerapan sumber daya yang berasask.
Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berdasarkan E. Mulyasa ialah pemdiberian otonomi luas pada tingkat sekolah biar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempatan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran
2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan MBS dengan model MPMBS ialah pertama meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian masyarakat sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung tanggapan kepala sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah ihwal mutu pendidikan yang akan dicapai.
3. Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a. Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang tidak sama-beda untuk mencapai suatu tujuan.
b. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi ialah tanda-tanda yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas
c. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri.
d. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa insan bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh alasannya ialah itu, potensi sumber daya insan harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Manajemen kurikulum dan jadwal pengajaran
4. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
- Manajemen tenaga kependidikan
- Manajemen kesiswaan
- Manajemen keuangan dan pembiayaan
- Manajemen masukana dan pramasukana pendidikan
- Manajemen relasi sekolah dengan masyarakat
6. Manajemen layanan khusus.
5. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
melaluiataubersamaini mengadopsi inspirasi dasar Edward B. Fiska (1996) Nanang Fatah menggambarkan konsep manajemen berbasis sekolah sebagai diatas.
6. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
- Pemdiberian otonomi luas kepada sekolah
- Partisipasi masyarakat dan orang bau tanah
- Kepemimpinan yang demokratis dan professional
- Team work yang kompak dan transparan
DAFTAR PUSTAKA
Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan Di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Ali Imron dan Burhanuddin, Manajemen Pendidikan, Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, 2003
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 1988
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta: Haji Masagung,1989
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Grasindo, 2003
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004 Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004
[1]Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Grasindo, 2003, hal. 1.
[2]Hadiyanto. op.cit,. hal. 67.
[3]E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 19.
[4]Nurkolis. op. cit., hal. 5.
[5]Ibid, hal. 27.
[6]E. Mulyasa. op. cit., hal. 13.
[7]Nurkolis. op.cit., hal. 52.
[8]E. Mulyasa. op. cit., hal. 39.
[9]Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004, hal. 26-27.
0 Komentar untuk "Managemen Berbasis Sekolah"